Senin, 05 Mei 2014

DAMPAK ASAP PEMBAKARAN HUTAN BAGI KESEHATAN


1  Latar Belakang
Kejadian pembakaran hutan sering terjadi berulang di Indonesia. Wilayah yang sering mengalaminya adalah Sumatra dan Kalimantan. Hal ini harus mendapat perhatian khusus oleh pemerintah karena dampak dari kebakaran hutan meluas pada aspek lingkungan, sosial ekonomi dan juga kesehatan. Dampak tersebut juga tidak hanya di rasakan di kawasan tersebut saja tapi juga di regional Asia Tenggara. Dampak negatif dari pembakaran hutan tidak hanya akan dirasakan dalam jangka waktu yang pendek tetapi juga akan memiliki dampak untuk jangka waktu yang panjang, tidak terkecuali dalam hal kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah tersebut.
Indonesia memiliki hutan ke-3 terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire (Rumajomi HB, 2006). Luas hutan Indonesia diperkirakan kini mencapai 120,35 juta hektar atau 63 persen luas dari daratan. Sejak tahun 1997 sampai saat ini, kebakaran telah menghanguskan lebih dari 165.000 hektar hutan dibeberapa provinsi, yaitu Sumatra Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan, Maluku dan Papua (D Schwela, 2001). National Interegancy Fire Center (2011, dalam Fikri dkk, 2012) menuliskan kebakaran hutan di Indonesia telah menghanguskan sekitar 3,6 juta hektar pada tahun  1982 dan 1983, kemudian 9,8 juta hektar pada tahun 1997 dan 1998 dan 13,328 hektar pada tahun 2005. Pada kebakaran hutan pada tahun 1997, WHO memperkirakan sekitar 20 juta penduduk Indonesia telah terpajan asap kebakaran hutan yang mengakibatkan berbagai gangguan pada funsi paru dan sistem pernapasan (Dawud, 1999).
Kebakaran hutan (wild fire) adalah keadaan api menjadi tidak terkontrol dalam vegetasi yang mudah terbakar pada daerah pedesaan atau daerah yang luas. Kebakaran hutan berbeda dengan kebakaran biasa, dimana kebakaran hutan dapat meluas lebih jauh dari tempat semula dan dapat berganti arah tanpa diduga. Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan, dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan, misalnya semak, pepohonan, serasah. Kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan, membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar atau pohon yang bagian atasnya terbakar. Dalam perkembangannya api menjalar secara vertikal dan atau horizontal, berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang tampak di atas permukaan. Mengingat peristiwa kebakaran terjadinya di dalam tanah dan hanya asapnya saja yang muncul ke permukaan, maka kegiatan pemadaman akan mengalami kesulitan (BAPPENAS-ADB, 1999).
Kebakaran hutan dan lahan gambut menjadi fokus utama kejadian kebakaran saat ini, mengingat dampak asap dan emisi karbon yang dihasilkan. Sejumlah besar bahan kimia asap kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan, meliputi partikel dan komponen gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzene, nitrogen oksida (NOX) dan ozo (O3) (Dawud Y, 1999). Dampak buruk ini akan lebih nyata dijumpai pada manula, bayi serta mereka yang memiliki penyakit paru sebelumnya. Makalah ini memaparkan mengenai dampak buruk dari asap bagi kesehatan masyarakat, tidak terkecuali bagi bayi dan ibu yang sedang hamil.

2. Tinjauan Teori
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbondioksida, air, zat yang terdifusi, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan mineral. Komposisi asap tergantung dari banyaknya factor, yaitu jenis bahan pembakar, kelembapan, temperatur api, kondisi angin dan hal lain yang mempengaruhi cuaca, baik asap tersebut baru atau lama. Jenis kayu dan tumbuhan lain yang terdiri dari selulosa, lignin, tannin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan tepung akan membentuk campuran berbeda saat terbakar (WHO, 2005).
Materi partikulat atau particulate mater (PM) merupakan bagian penting dalam asap kebakaran untuk pajanan jangka pendek (jam atau mingguan). Materi partikulat adalah partikel tersuspensi, yang merupakan campuran partikel solid dan droplet cair. Materi partikulat dibagi menjadi empat bagian. Pertama adalah partikulat dengan ukuran lebih dari 10mm. Partikulat ini tidak sampai ke paru-paru, tetapi dapat mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan. Kedua adalah partikulat kurang atau sama dengan 10mm. Partikulat ini dapat terinhalasi sampai ke pau-paru. Ketiga adalah partikulat kasar (coarse particles), partikel ini berukuran 2,5-10 mm. Keempat adalah partikel halus (fine particles), partikel ini berukuran kurang dari 2,5 mm (Fikri dkk, 2012).
Partikel debu atau materi partikulat melayang merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organic dan senyawa anorganik di udara dengan diameter kurang dari 1 µm sampai maksimal 500µm. Materi partikulat akan berada di udara dalam waktu yang lama dalam keadaan yang lama dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Partikel halus dapat terinhalasi ke dalam paru sehingga lebih beresiko mengganggu kesehatan dibandingkan partikel yang besar (WHO, 2005).
Polutan lain yang berbahaya adalah karbon monoksida yang tidak berwarna, tidak berbau, yang dihasilkan dari pembakaran kayu atau material organik yang tidak sempurna. Kadar tertinggi karbon monoksida adalah saat moldering , khususnya dekat api. Polutan udara lain yang dapat meniritasi saluran pernapasan yaitu akrolein, formaldehid dan benzana, yang merupakan zat yang karsinogen dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan materi partikulat dan karbon monoksida.
Data lain menunjukkan bahwa akibat kebakaran hutan di Indonesia, ambang batas total suspended particulate (TSP) sebesar 260µg/m3 telah terlampaui di beberapa provinsi. Sumatra Barat 5-10 kali ambang batas, Riau 0,8-7 kali, Sumatra Selatan 3,5- 8 kali, Kalimantan Barat 0,5-7,3 kali, Kalimantan Tengah 5-15 kali (Dawud Y, 1999)
Secara umum,peningkatan kadar partikulat material 10 µm di udara dihubungkan dengan peningkatan berbagai keluhan pernapasan, peningkatan kunjungan instalasi ke gawat darurat, peningkatan  rawat inap dan resiko kematian, eksaserbasi akut asma bronchial dan penyakit paru obstruktif Kronis (WHO,2007). Indonesia menggunakan istilah Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) atau Pollutant Standard Index  (PSI) untuk melaporkan konsentrasi populasi udara sehari hari. Pembagian Indeks Standar Pencemaran Udara (PISU) atau Pollutant Standard Index  (PSI) dibagi menjadi enam kategori. Pertama PSI kadar 0 – 50 kategori sehat, kedua PSI 51-100 adalah kategori sedang, PSI 101-199 adalah kategori tidak begitu baik, PSI 200- 299 adalah kategori tidak sehat, PSI 300-399 adalah kategori berbahaya, PSI ≥ 400 adalah kategori sangat berbahaya.
Berdasarkan data yang didapat karena kebakaran hutan di Riau menyebabkan kondisi udara yang berbahaya. Dari data yang dimiliki oleh salah satu perusahaan besar PT Chevron Pacific Indonesia yang dimuat di Koran Kompas terbitan tanggal 13 Maret 2014, dituliskan angka yang bervariasi di tiap wilayah, namun semuanya berada pada angka yang tidak normal. PSI di udara wilayah Duri mencapai 450-500 (kategori sangat berbahaya), Dumai 183 ( kategori tidak begitu baik), Kabupaten Siak 347 (kategori berbahaya) dan Pekanbaru 305-402 (kategori berbahaya dan sangat berbahaya). Data Satga Tangga Darurat Asap Riau menunjukkan bahwa selama Februari hingga Maret lebih dari 51.600 warga sakit akibat polusi assap. Kepala Dinas Kesehatan Riau H.Zainal Arifin mengatakan 53.553 jiwa dilaporkan mulai terkena berbagai penyakit akibat kabut asap. Sebanyak 46.867 jiwa terkena infeksi salura pernapasan akut (ISPA) dan lainnya mengalami sakit mata, asma, pneumoni dan penyakit kulit.
Dalam kondisi pencemaran udara tersebut tingkat oksigen murni di udara menurun drastis. Kadar oksigen murni dalam udara bebas seharusnya mencapai 20 persen, namun saat ini kejadian pembakaran hutan di Riau menyebabkan  kadar oksigen murni hanya sebatas 1 persen (BPBN, 2013). Hal ini tentunya memberikan dampak yang sangat buruk terutama bagi kesehatan dan dampak buruk tersebut terjadi  jangka waktu yang lama.

3. Dampak Polutan Asap Pembakaran Hutan Bagi Kesehatan
Polutan asap kebakaran hutan memberikan dampak negatif bagi kesehatan, diantaranya:
1.      Partikulat ( partikel kecil < 10µm, diameter aero dinamik < 2,5 µ ). Partikulat ini dapat terinhalasi melalui sitem pernapasan, terjadinya akut, dengan mengiritasi bronkus, menyebabkan inflamasi dan reaktifitas meningkat. Partikulat ini juga menyebabkan terjadinya berkurangnya bersihan mukosilier, mengurangi respon makrofag dan imunitas local serta reaksi fibrotic. Efek potensial pada kesehatan adalah mengi, asma eksaserbasi, infeksi saluran nafas, bronchitis kronik, PPOK (Fikri,dkk, 2012).
2.      Karbon monoksida. Polutan ini berikatan dengan hemoglobin menghasilkan karboksi hemoglobin yang mengurangi transport oksigen ke organ vital dan menyebabkan gangguan janin. Sebagaimana kita ketahui seorang ibu hamil akan mengalami anemia fisiologis. Kadar hemoglobin yang kurang dalam darah dan diperberat dengan turunnya kadar oksigen dalam darah menyebabkan ibu hamil kekurangan oksigen bagi dirinya dan untuk menyuplai bayinya. Hal ini menyebabkan kelahiran berat badan bayi lahir rendah dan meningkatnya kasus kematian perinatal ((Fikri dkk, 2012). Dengan kadar oksigen yang sangat kurang hal ini mempengaruhi kerja sel otak khususnya balita. Otak sangat sensitive terhadap kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dalam waktu 5 menit dapat menyebabkan kematian sel otak secara permanen. Hal ini la yang menyebabkan pada jangka panjangnya kecerdasan anak akan menurun.
3.      Hidrokarbon aromatic polisiklik (Benzo-alpyrene. Polutan ini bekerja sebagai karsinogen yang dapat menyebabkan kanker paru, kanker mulut, nasofaring dan laring.
4.      Nitrogen dioksida. Polutan ini merupakan pajanan akut yang menyebabkan reaktivitas bronkus. Pajanan kronik dapat meningkatkan kerentanan infeksi bakteri dan virus. Efek potensial pada kesehatan menimbulkan mengi, asma eksaserbasi, infeksi saluran nafas, berkurangnya fungsi paru anak.
5.      Sulfur dioksida. Polutan ini sebagai pajanan akut yang menyebabkan reaktivitas bronkus. Hal ini member dampak bagi kesehatan, menimbulkan mengi, asma eksaserbasi, PPOK eksaserbasi, penyakit kardiovaskuler.
6.      Kondesat asap biomass, termasuk hidrokarbon aromatic polisiklik dan ion metal. Polutan ini masuk kemata dan diabsorbsi oleh lensa, sehingga terjadi perubahan oksidatif. Hal ini dapat menyebabkan katarak pada mata.
Udara tercemar akan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga mempengaruhi paru dan saluran napas, komponennya juga diedarkan ke seluruh tubuh, artinya selain terhisap langusung manusia dapat menerima akibat buruk polusi ini dan secara tidak langsung dapat mengkonsumsi zat makanan atau air yang terkontaminasi.
Polusi dalam rumah mempunyai dampak lebih besar, karena penghuni rumah akan terpajan asap dalam konsentrasi tinggi selama bertahun-tahun. Pajanan kebakaran hutan biasanya berlangsung selama 4-5 bulan dalam setahun dan intesitasnya tergantung pada luas kebakaran hutan. Asap menimbulkan iritasi mata, kulit dan gangguan saluran pernapasan, yang lebih berat fungsi paru berkurang, bronchitis, asma eksaserbasi dan kematian dini.  Selain itu konsentrasi yang tinggi partikel-partikel iritasi pernapasan dapat menyebabkan batuk-batuk terus, batuk berdahak, kesulitan bernapas dan radang paru.
Inhalasi merupakan jalur pajanan yang menjadi perjhatian kesehatan. Partikulat 5 µm dapat langsung masuk ke paru-paru dan mengendap di alveoli. Partikulat ≥ 5µm juga berbahaya karena dapat mengganggu sistem pernapasan dan mengiritasi saluran pernapasan. Kondisi kronik terpajan polusi udara beracun dengan konsentrasi tinggi sedikit meningkatkan resiko kanker.
4. Pencegahan dan Penanganan
a. Upaya terbaik dari kondisi ini tentunya adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dampak dari asap hasil pembakaran hutan sangat luas dan buruk, oleh karena itu upaya pencegahan dalah upaya yang paling utama.  Perlu dibina kerjasama lintas sektoral dan masyarakat diberi pendidikan mengenai bahaya dan cara pencegahan kebakaran hutan serta cara memadamkan kebakaran itu sendiri.
b. Penggunaan masker. Penggunaan masker ini relatif murah dan mudah disebarluaskan tetapi efektifitasnya masih dipertanyakan. National Institute of Occuposional Safety and Health (NIOSH) telah melakukan di pengujian dan menetapkan beberapa jenis masker yang mampu mneyaring lebih dari 99% partikel silikia berukuran 0,5 µm. Beberapa badan kesehatan lain merekomendasikan masker yang baik yaitu yang mampu menyaring lebih dari 95% partikel lebih dari 0,3µm. Masker tersebut berkode R95, N95 atau P95. Masker ini harus dipasang cukup rapat sehingga udara tidak dapat masuk di sela-sela pinggiran masker dan kulit wajah
c. Mengurangi aktivitas di luar rumah. Dengan mengurangi aktivitas di luar rumah maka resiko terpajan dengan polutan akan berkurang.
d. Minum air putih lebih banyak, tujuannya membersihkan kabut asap yang telah masuk ke dalam tubuh.
e. Menutup makanan atau penampungan air minum yang ada di rumah agar terlindungi dari polusi kabut asap.
f. Usahakan agar asap tidak masuk ke ruang gedung atau rumah atau ruang tertutup lainnya.
g. Konsumsi makanan yang menyehatkan dan istirahat yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh dalam menangkal dampak buruk dari asap.
Dalam kejadian pembakaran hutan seperti kasus di Riau, bidan sebagai tenaga kesehatan berperan dalam memberi edukasi mengenai dampak buruk dari asap tersebut. Selain itu, bidan juga melakukan tugas yang berkontribusi dalam peran yang diberikan oleh pemerintah daerah terkait kejadian luar biasa tersebut selain focus pelayanan pada ibu dan bayi.

DAFTAR PUSTAKA
Wahyu catur adinugroho dan inn suryadi putra. Seri pengelolaan hutan dan lahan gambut. 2013
Rumajomi HB. Kebakaran hutan di indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan (makalah filsafat sains, Program Pasca Sarjana). Bogor : Institut Pertanian Bogor: 2006.
Fikri faisal, faisal yunus, fakrian harahab. Dampak asap kebakaran hutan pada pernafasan. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.










ETIKA PROFESI KEBIDANAN


1.      Konsep Etika
a.      Pengertian Etika
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai salah satu profesi dalam bidang kesehatan, bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana (Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010). Kebidanan adalah bagian integral dari sistem kesehatan dan berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut pendidikan, praktik dan kode etik.
Prosedur tindakan yang dilakukan oleh bidan harus sesuai dengan kewenangan dalam lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan, dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh sosial, budaya, psikologis, emosional, spiritual, fisik, etika dan kode etik serta hubungan interpersonal dan hak dalam mengambil keputusan dengan prinsip kemitraan dengan perempuan dan mengutamakan keamanan ibu, janin/bayi dan penolong serta kepuasan perempuan dan keluarganya.
Etika ialah suatu cabang ilmu filsafat, didalam literatur dinamakan juga filsafat moral yaitu suatu sistem prinsip-prinsip tentang moral, tentang baik atau buruk. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia. Etika sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia. Pengertian etika profesi adalah legislasi profesi kebidanan merupakan alat pengaturan profesi baik secara hukum administrasi/disiplin dan pengaturan moral.
Pengertian tentang etika menurut beberapa ahli:
(1)               Dr. M. Y. Langedeld (ahli filsafat) mencetuskan teori tentang perbuatan manusia yaitu ditimbang menurut baik dan buruknya.
(2)               Dr. V. L. Banning (1949) mencetuskan teori tentang kelakuan dan perbuatan manusia menimbang, menurut baik dan buruknya.
(3)               De Graaf (1972) menyebutkan bahwa kesadaran yang sistematis terhadap masalah dan norma yang sama atau yang dirasakan baik.
(4)               Selo Soemardjan (1976) menyatakan bahwa dalam tiap-tiap bangsa dimana terdapat perbedaan struktur sosial kebudayaannya pasti ada nilai etika yang berbeda.
b.      Tujuan Etika Profesi
(1)               Mengatur hubungan antara bidan dan klien.
(2)               Mempertahankan kepercayaan klien kepada bidan.
(3)               Mempertahankan kepercayaan bidan dengan bidan
c.       Tujuan Kode Etik
Menurut IBI (2002), pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
(1)               Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi.
Dalam hal ini yang dijaga adalah “image” dari pihak luar atau masyarakat, mencegah orang luar memandang rendah atau “remeh”suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik  profesi didunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut “kode kehormatan”.
(2)               Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
Yang dimaksud kesejahteraan disini adalah kesejahteraan materiil dan spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi, kode etik umum menetapkan larangan-larangan bagi angotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembatasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
(3)               Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
(4)               Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar para profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian diatas jelas bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
d.      Fungsi Kode Etik
(1)               Alat untuk menyusun, memelihara dan meningkatkan standar praktik.
(2)               Merupakan pedoman resmi tindakan profesional.
(3)               Kerangka pikir bagi anggota profesi dalam membuat keputusan.
(4)               Menunjukan standar profesi untuk kegiatan kebidanan.
(5)               Mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap bidan.

e.        Prinsip Kode Etik
(1)               Menghargai otonomi (Prinsip autonomy)
(2)               Melakukan tindakan yang benar (Beneficence)
(3)               Mencegah tindakan yang dapat merugikan (Nonmaleficence)
(4)               Memperlakukan manusia secara adil (Prinsip Justice)
(5)               Menjelaskan dengan benar (Prinsip Veracitiy)
(6)               Menghargai kehidupan manusuia (Avoiding Killing)
(7)               Menjaga kerahasiaan (Prinsip Videlity)

f.       Kode Etik Bidan
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab, ketujuh bab tersebut dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu:
(1)               Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
(2)               Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
(3)               Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
(4)               Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
(5)               Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
(6)               Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)
(7)               Penutup (1 butir)
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah:
(1)               Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
a.   Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b.  Setiap bidan dalam menjalankan tugas dan profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c.   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d.  Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e.   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f.   Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.



(2)        Kewajiban terhadap tugasnya
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan pasien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
c.    Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
(3)        Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun terhadap tenaga kesehatan lainya.
(4)        Kewajiban bidan terhadap profesinya
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
a.       Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
(5)   Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
a.   Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
b.  Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(6)               Kewajiban bidan terhadap pemerintah nusa, bangsa dan tanah air
a.   Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa menjalankan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
b.    Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
(7)               Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia
g.      Istilah Dalam Etika Kebidanan
(1)   Legislasi (Lieberman, 1970)
Ketepatan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan dengan pengabdiannya.
(2)   Lisensi
Pemberian ijin praktik sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan. Tujuannya untuk membatasi pemberian kewenangan dan untuk meyakinkan klien.
(3)   Deontologi/Tugas
Keputusan yang diambil berdasarkan keterikatan/berhubungan dengan tugas. Dalam pengambilan keputusan, perhatian utama pada tugas.
(4)   Hak
Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat diganggu. Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan.

(5)   Instusionist
Keputusan diambil berdasarkan pengkajian dari dilema etik dari kasus perkasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban dan peraturan yang sama pentingnya.
(6)   Beneficence
Keputusan yang diambil harus selalu menguntungkan klien.
(7)   Maleficence
Keputusan yang diambil merugikan klien.
(8)   Malpraktik/lalai
a.       Gagal melakukan tugas/kewajiban kepada klien.
b.      Tidak melakukan tugas sesuai dengan standar.
c.       Melakukan tindakan yang mencederai klien.
d.      Klien cedera karena kegagalan melaksanakan tugas.
(9)   Malpraktik terjadi karena:
a.       Ceroboh
b.      Lupa
c.       Gagal mengkomunikasikan
Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan hukum. Sering masalah dapat diselesaikan, tetapi belum tentu dapat diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai etik. Banyak hal yang bisa membawa bidan berhadapan dengan masalah etik
2.      Hak dan Kewajiban
                                    Hak dan kewajiban adalah hubungan timbal balik dalam kehidupan sosial sehari-hari. Bila seseorang memiliki hak terhadap B, maka B mempunyai kewajiban terhadap A. Pasien memiliki hak (klaim) terhadap bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan terhadap individu, yaitu pasien. Sedangkan bidan mempunyai kewajiban/keharusan untuk pasien, jadi hak adalah suatu yang diterima oleh pasien. Sedangkan kewajiban adalah suatu yang diberikan oleh bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh bidan dan kewajiban yang harus diberikan oleh pasien. Hak dan kewajiban bidan ini diuraikan seperti yang sudah ditetapkan pada Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia ke XII di Bali tahun 1998.
a.      Hak Pasien
                  Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa bidan memiliki hubungan timbal balik dengan pasien, maka dijelaskan pula hak dan kewajiban pasien sebagai berikut:
(1)               Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
(2)               Pasien berhak atas pelayanan manusiawi, adil dan jujur.
(3)               Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.
(4)               Pasien berhak memperoleh asuhan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.
(5)               Pasien berhak memilih bidan yang akan menolong sesuai dengan keinginannya.
(6)               Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.
(7)               Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung.
(8)               Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
(9)               Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
(10)           Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
(11)           Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
(12)           Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
a)                  penyakit yang diderita
b)                  tindakan kebidanan yang akan dilakukan
c)                  alternatif terapi lainnya
d)                 prognosanya
e)                  perkiraan biaya pengobatan
(13)      Pasien berhak menyetujui/memberikan ijin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
(14)      Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
(15)      Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
(16)      Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
(17)      Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di RS.
(18)      Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
(19)      Pasien berhak mendapat perlindungan hukum atas terjadinya kasus malpraktik.
b.   Kewajiban Pasien
(1)                  Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
(2)                  Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.
(3)                  Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
(4)                  Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.


c.   Hak Bidan
(1)                  Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengn profesinya.
(2)                  Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap jenjang pelayanan kesehatan.
(3)                  Bidan berhak menolak keinginan pasien/keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi.
(4)                  Bidan berhak atas privasi/atau kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
(5)                  Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan
(6)                  Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
(7)         Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
 d.    Kewajiban Bidan:
(1)                  Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit.
(2)                  Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan wajib menghormati hak-hak pasien.
(3)                  Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
(4)                  Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
(5)                  Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
(6)                  Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
(7)                  Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta risiko yang mungkin dapat timbul.
(8)                  Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
(9)                  Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
(10)              Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau nonformal.
(11)              Bidan wajib bekerjasama dengan profesi lain dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
            e.   Kewajiban dan Hak Bidan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik    Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
                        Kewajiban dan hak bidan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 diatur dalam pasal 18 dan 19, sebagai berikut:
Pasal 18
(1)                  Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b.Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.                        Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g.Mematuhi standar; dan
h.Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2)                  Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)                  Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
a.                      memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
b.                     memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.                      melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.                     menerima imbalan jasa profesi.
e.       Kewenangan Bidan
Dalam menjalankan tugasnya bidan diberikan wewenang, namun kewenangan yang dimiliki bidan juga terikat dengan etika profesi. Pemerintah mengatur wewenang tersebut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan pada pasal 9,10,11,12,13 dan 14. Pasal yang mengatur kewenangan bidan dalam pelayanan intra natal, diantaranya:
Pasal 9
a.                   Pelayanan kesehatan ibu
Pasal 10
(1)               Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2)               Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
c. pelayanan persalinan normal;
(3)        Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
                 a.         episiotomi;
                 b.         penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan II;
                 c.         penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
                 g.         pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan post partum;

B.     Aplikasi Etika dalam Pelayanan Intranatal Care (INC)
Sesuai kewenangan yang diberikan kepada bidan oleh pemerintah dalam pelayanan intranatal, banyak tindakan mandiri yang dapat dilakukan bidan bagi kliennnya, sesuai yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Aplikasi etika dalam pelayanan intranatal care, diantaranya:
1.                  Menerima pasien baru intranatal. Bidan memberikan layanan intrapartum sesuai dengan prinsip keadilan (justice), artinya adalah bidan melayani semua pasien dengan perlakuan yang sama, tidak memandanag latar belakang agama, suku, ekonomi, tingkat sosial dan lain sebagainya. Hal tersebut berlaku dalam melakukan setiap tindakan yang diberikan kepada semua pasien yang ada.
2.                  Memberikan tindakan kapada pasien. Selain prinsip keadilan (justice), bidan juga menghargai kemandirian pasien dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang akan diberikan kepadanya (otonomy), apakah pasien setuju atau tidak keputusan ada di tangan pasien, tentunya setelah mendapat penjelasan (informed consent dan informed choice) terlebih dahulu. Hal tersebut juga berlaku termasuk dalam pemilihan tempat bersalin/ tempat rujukan, petugas yang akan menanganinya, pendamping persalinan, posisi persalinan dan lain sebagainya. Dalam memberikan tindakan kepada pasien, bidan juga melakukannya sesuai hak dan kewajiban bidan/ pasien, kewenangan serta ilmu pengetahuan. Pelayanan yang diberikan berfokuskan pada kebutuhan dan keselamatan pasien. 
3.                  Memberikan penjelasan dengan benar (veracity). Dalam setiap hasil pemeriksaan dan tindakan lanjut yang harus diambil oleh bidan sehubungan dengan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, sebelumnya bidan harus memberikan penjelasan dengan benar kepada pasien. Penjelasan tidak boleh dimanipulasi demi kepentingan sepihak, tetapi harus sesuai dengan yang ditemukan dalam pemeriksaan.

4.                  Menjaga kerahasiaan (videlity). Seluruh hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien dan ditemukan oleh bidan adalah suatu kerahasiaan yang tidak boleh diinformasikan kepada orang lain, kecuali dalam hal kepentingan persidangan.

5.                  Bidan dalam menjalankan tugasnya wajib mengutamakan kepentingan pasien. Contoh: Bidan sedang berdinas di Rumah Sakit. Pasien baru datang membutuhkan pertolongan segera, bidan wajib memberi pertolongan meskipun pada saat itu adalah jam pergantian dinas. Bila tenaga bidan diperlukan, bidan menunda jam pulang dinasnya demi menolong keselamatan pasien tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
Ikatan Bidan Indonesia. Kode Etik Kebidanan. 2002. Bandung: Pengurus Daerah IBI Wilayah Jabar.
Sondakh. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. 2013. Jakarta: Erlangga